Waktu pertama kali aku lihat orang main mahjong, aku pikir itu semacam permainan domino dari Cina. Tapi ternyata… lebih rumit dari yang aku bayangkan, dan jauh lebih menarik! Mahjong bukan cuma permainan untuk iseng-iseng ngisi waktu luang permainan ini punya sejarah panjang, kaya makna budaya, dan udah menjelma jadi permainan global yang dimainkan jutaan orang di berbagai negara.
Asal-usul Mahjong yang Masih Jadi Misteri
https://www.yummynoodleus.com/
Kalau kita tarik ke belakang, asal-usul mahjong sebenarnya masih jadi perdebatan. Beberapa sejarawan percaya permainan ini muncul sekitar pertengahan abad ke-19 di Tiongkok, kemungkinan besar di wilayah Shanghai, Ningbo, atau bahkan sekitar Sungai Yangtze. Ada juga yang bilang mahjong udah ada sejak zaman Dinasti Qing, tapi belum dalam bentuk seperti yang kita kenal sekarang.
Menariknya, nama “mahjong” sendiri berarti “burung pipit” dalam bahasa Tionghoa. Konon, nama ini diambil karena suara ketukan ubin mahjong yang mirip suara burung pipit bercuit. Romantis juga ya, kayak puisi yang lahir dari meja permainan.
Dulu Mainnya Diam-diam, Sekarang Mendunia
Di masa awal kemunculannya, mahjong sempat dianggap eksklusif. Cuma dimainkan oleh kalangan elit, bangsawan, atau orang-orang kaya di Tiongkok. Tapi seiring berjalannya waktu, permainan ini mulai menyebar ke berbagai kalangan. Bahkan, saat Revolusi Budaya di Tiongkok (1966–1976), mahjong sempat dilarang karena dianggap simbol kemewahan dan pemborosan waktu.
Tapi yang namanya budaya ya, susah dipadamkan begitu saja. Setelah masa larangan berakhir, mahjong langsung bangkit lagi, malah makin populer. Yang seru, gak cuma di Tiongkok, permainan ini juga menyebar ke Jepang, Korea, Amerika Serikat, bahkan sampai ke Eropa dan Asia Tenggara.
Mahjong Bukan Sekadar Mainan
Aku pribadi sempat bingung waktu ngelihat cara main mahjong. Ada ubin dengan simbol aneh, angka-angka, angin, bunga, dan naga. Tapi makin dipelajari, makin kerasa serunya. Mahjong bukan sekadar adu hoki. Di dalamnya ada strategi, ketelitian, bahkan kemampuan membaca gerak-gerik lawan—mirip kayak main catur tapi versi ubin.
Dalam satu set mahjong, biasanya ada 144 ubin (meskipun variasi bisa berbeda tergantung negaranya). Tujuan permainannya? Bikin kombinasi tertentu dari ubin-ubin itu, biasanya berupa “pung”, “chow”, dan “kong”. Kalau udah dapet kombinasi yang bener, tinggal teriak: “Mahjong!”
Versi Lokal yang Unik
Menariknya, setiap negara punya versi mahjong-nya sendiri. Di Jepang, misalnya, ada aturan bernama riichi yang bikin permainannya lebih cepat dan agresif. Sementara di Amerika Serikat, mahjong lebih sering dimainkan oleh komunitas Yahudi-Amerika dengan aturan khusus yang agak beda dari versi aslinya.
Di Indonesia sendiri, mahjong mungkin belum sepopuler di negara-negara lain, tapi komunitas pemainnya terus tumbuh. Bahkan, beberapa tempat udah mulai bikin turnamen mahjong kecil-kecilan. Siapa tahu sebentar lagi kita bisa lihat mahjong jadi salah satu cabang olahraga e-sport, ya kan?
Mahjong di Era Digital
Nah, ini yang bikin mahjong makin mendunia. Seiring teknologi berkembang, mahjong pun masuk ke ranah digital. Sekarang banyak banget aplikasi dan game online yang bikin kita bisa main mahjong bareng temen dari belahan dunia lain, kapan pun dan di mana pun. Nggak perlu lagi ngeluarin ubin satu per satu di atas meja—cukup modal HP dan koneksi internet.
Game seperti Mahjong Solitaire, Riichi City, sampai Mahjong Soul jadi populer, bahkan dikembangkan dengan visual anime yang imut-imut dan sistem ranking yang bikin nagih. Ini bukti bahwa permainan tradisional pun bisa adaptif di era modern.
Penutup:
Buatku, mahjong itu lebih dari sekadar permainan. Ia adalah cerminan sejarah, budaya, dan cara orang-orang dari berbagai belahan dunia terhubung lewat strategi dan keseruan. Dari meja kayu di gang kecil Shanghai sampai layar smartphone di kamar kos, mahjong udah melewati perjalanan panjang dan penuh warna. Jadi, kalau kamu belum pernah nyoba main mahjong, mungkin ini saat yang tepat buat kenalan sama salah satu warisan budaya paling seru dari Timur.
Siap-siap ketagihan, ya!